Sabtu, 14 Oktober 2017
#Jejak Senja#1
#Jejak Senja#1
Petualangan itu bermula, ketika ada rasa dalam dada ini, rasa yang tidak mudah untuk di fahami, rasa ingin enyah dari tempat yang mengingatkan akan sosok angkuh. Keberanian untuk meninggalkan tempat yang selama ini tak pernah sedikitpun aku beranjak dari nya, yaitu kampung halamanku, tempat di mana aku dilahirkan, tempat bermain, yang pasti sejuta kenangan ada di sana, kini dengan berat hati aku meninggalkan tempat itu.
Aku meninggalkan bukan karena aku tidak betah, tidak, bukan karena itu alasan kepergianku. Pergi ku menghindari rasa yang kian hari kian memburuk, aku terperangkap dalam benci kala itu, benci yang teramat sangat, hingga keinginan untuk pergi semakin membucah.
Pergi dari tempat itu adalah keputusan final yang tak bisa diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk oleh keluargaku terutama ibuku.
Aku putuskan untuk pergi, karena aku pun merasa di tempat yang akan aku tuju itu ada kebaikan di sana.
Mungkin kala itu, aku seperti sosok manusia yang tak punya perasaan, karena kepergian yang mendadak, sehingga aku meninggalkan amanah-amanah di tempatku itu. Aku harus meninggalkan rumah, yang di dalam nya ada sosok wanita tangguh yang seharusnya aku berbakti padanya, ya wanita tangguh itu adalah ibu ku, seharusnya aku membersamainya, membantu memyelsaikan setiap urusannya di rumah, menemaninya saat sendiri, mendengarkan setiap unek-unek yang ingin di sampaikannya, dan berusaha untuk selalu membuatnya tersenyum.
Tapi karena ego, aku memilih pergi, aku berharap dengan pergi aku bisa belajar tentang arti kehidupan yang sebenarnya, yang tidak pernah aku cicipi sebelumnya.
Aku pergi, bukan untuk menghilang selamanya, aku pergi karena aku berharap bisa lebih menta hati, aku pergi bukan berarti aku jauh, aku tetap ada untuk mu wahai ibu, ampuni jika aku banyak berbuat ulah, ampuni jika aku belum bisa berbakti dengan utuh pada mu.
Seiiring dengan kepergianku, dengan kesibukan baru yang aku jalani, perlahan memang rasa benci itu mulai meredup, namun sesekali ketika aku melewati jalan-jalan yang pernah ditapaki oleh sosok angkuh itu, kebencian itu suka tiba-tiba kembali mengambil posisi.
Namun seiring dengan waktu. Aku mulai tak peduli, dan aku mulai lupa dengan rasa benci itu, karena memang rasa itu tidak seharusnya menyelinap dan tersimpan rapat dalam dada.
Rasa benci itu harus hilang, karena semakin aku membenci, semakin sesak lah dada ini, maka aku abaikan apa pun tentang sosok angkuh itu, sosok tak penting itu, tak akan aku biarkan menghancurkan otakku. Tak akan aku biarkan otakku di penuhi dengan kebencian, tak akan aku biarkan kebencian itu menghancurkan belas kasih ku sebagai manusia yang punya hati.
#30DwcJilid_9
#Sequad_4
#Hari_ke4
#Semangat_itu_harus dilatih_dan Dipupuk_Begitu_juga dengan
menulis
#Nurheti_Nurie_Nafilah
#IG: @nurie_naafilah
#
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar